Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam Habib Rizieq Syihab memerintahkan seluruh laskar dan anggotanya untuk menangkap Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, yang divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kesusilaan berdasarkan putusan kasasi MA nomor perkara 927 K/Pid/2008. Erwin divonis pidana dua tahun penjara.
"Satu hal yang pasti, saya tidak buron," ujar Erwin dalam akun twitter-nya, Kamis (26/8). Dalam akunnya itu ia menyayangkan adanya upaya kriminalisasi pers yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Apa yang menimpa dirinya itu bukan hanya persoalan Playboy, tapi juga ancaman buat kebebasan.
"Kriminalisasi pers, ancaman buat media dan org yg berani berbicara dan berkarya. Ini bukan soal soal playboy lagi, tapi sudah ancaman buat kebebasan berekspresi. Kasus playboy cuma contoh nyata," tulisnya. Ia mengatakan, saat ini segelintir orang yang selalu mengaku punya moral, lebih baik menyebut Playboy Indonesia itu majalah porno. "Apa masuk akal jika lihat isinya dgn pikiran jernih?"
Menurut dia, majalahnya berjualan tulisan berkualitas dan bukan foto porno. Ia merujuk sejumlah tokoh seperti Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Mohammad dan Karni Ilyas, juga Butet Kartarejasa yang bersedia diwawancarai adalah bukti Playboy media yang berkualitas."Apakah Pramoedya A Toer, Goenawan Mohammad, Karni Ilyas, Riri Riza, Butet Kartarejasa mau diwawancara secara eksklusif jika Playboy Indonesia itu majalah porno?" imbuhnya.
DI lain pihak. FPI juga mengimbau masyarakat luas yang mengetahui informasi keberadaan Erwin agar menangkap langsung dan menyerahkannya ke kejaksaan terdekat. Tak hanya itu, FPI juga meminta kejaksaan selaku eksekutor segera melakukan eksekusi terhadap Erwin, yang disebutnya sebagai teroris moral.
"Segera lakukan eksekusi terhadap terpidana Erwin Arnada. Dan juga, segera masukkan Erwin ke dalam daftar pencarian orang," katanya. Kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq Direktorat Jenderal Imigrasi, FPI meminta agar segera melakukan pencekalan terhadap Erwin. Ketika ditanya mengapa FPI baru mempersoalkan kasus ini satu tahun setelah putusan MA dikeluarkan, Habib mengatakan, dirinya baru mengetahui bahwa Erwin belum ditangkap sekitar dua hari lalu.
"Terlepas setuju atau tidak setuju, kita wajib menghormati putusan hukum," kata Bagir ketika dihubungi Tempo hari ini, Kamis (26/8). Bagir yang juga merupakan mantan Ketua MA ini menganjurkan Erwin untuk mengajukan PK. "Masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan," ujarnya.
Bagir juga menjanjikan akan memberi perhatian pada kasus ini. "Kami akan membantu menyiapkan PK supaya memiliki dasar yang kuat," ujarnya lagi. Dijelaskan oleh Bagir, yang penting adalah meyakinkan Mahkamah Agung bahwa yang dilakukan Majalah Playboy masih tugas jurnalistik, sehingga undang-undang yang harus digunakan adalah UU Pers.
Dalam kasus ini, pasal yang digunakan untuk menjerat Erwin adalah Pasal 282 KUHP tentang kesusilaan. Menurut Bagir, penggunaan undang-undang pidana untuk penyelesaian kasus pers tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi pers. Menurut Bagir, UU Pers sebenarnya sudah mengakomodir masalah kesusilaan. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pers wajib menghormati nilai-nilai agama, kesusilaan, keamanan, dan ketertiban negara. "Dalam kode etik jurnalistik juga ada," tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar